Desember 2011 - BELAJAR BERSAMA CAH TINGKIR Desember 2011

Gelar Profesional Guru Berdasarkan Umur atau Kinerja

Posted by MERTA IRAWAN, S.Pd, M.Kom Rabu, 28 Desember 2011 0 comments

Menurut Mendikbud Muhammad Nuh. "Seandainya seseorang yang telah menjadi guru selama 30 tahun ternyata tidak kompeten, maka ia telah menjadi racun bagi anak-anak bangsa selama 30 tahun,".  Ungkapan tersebut merupakan sindiran pedas bagi guru RI yang kinerja rendah tetapi menikmati tunjangan profesinya. Gelar profesional guru merupakan puncak kesejahteraan tertinggi guru RI namun tidak menutup kemungkinan kinerjanya juga belum tinggi pula. Tidak perlu kita menghitung berapa banyak atau sedikitnya kasus tersebut yang pasti fakta ini sering ditemukan dimana-mana.  Semakin lama kita menjadi guru maka lebih mudah mendapatkan sertifikat guru profesional meskipun kenyataan dilapangan berbicara lain. Sedangkan seorang guru yang mengajar kurang dari 5 tahun sangat sulit sekali mendapatkan gelar guru profesional walaupun sebenarnya beberapa orang kinerja lebih baik dari seniornya. Sulit disini bukan karena pendidikan profesinya tetapi faktor pembiayaan terlalu besar.
Berdasarkan hal tersebut timbul pertanyaan, "Sebenarnya guru yang profesional itu guru yang kinerja tinggi atau guru yang umur tinggi". Kalau memang berpatokan pada umur seharusnya bukan guru profesional namun guru pengabdian tinggi. Gelar profesional seharusnya tidak menitik-beratkan pada umur seseorang. Profesional itu merupakan gelar didapat karena kinerja sangat tinggi meliputi menguasai pekerjaan, loyalitas, integritas tinggi, mau bekerja keras, mempunyai visi dan kebanggaan, berkomitmen serta mempunyai motivasi.
Semakin usia bertambah seorang dosen maka semakin baik kinerjanya karena tuntutan  tanggung-jawab akademik. Kondisi ini berbeda dengan sosok guru akibat tanggung-jawab akademik dan Ilmu pengetahuan rendah. Dilihat dari sisi KBM kita tidak perlu lagi meragukan kepiawan sesosok guru namun dalam bidang peningkatan penunjang tupoksi sangatlah rendah misalnya PTK, karya tulis, artikel populer dan lain sebagainya yang berbau-bau ilmiah.
Seharusnya persyaratan sertifikasi guru di awali dalam dua fase, yaitu fase pertama portofolio dan fase berikutnya uji kompetensi guru. Apabila fase uji kompetensi belum lulus maka mereka bisa mengikuti remedial (PLPG) sampai lulus. 
Jika persayaratan diatas digunakan otomatis bapak dan ibu guru RI akan berlomba-lomba mengejar hal itu. Kondisi ini akan meciptakan pendidik RI yang kompetitif dan profesional dalam kinerjanya. Coba kita renungkan kalau kita mendapatkan tunjangan sertifikasi namun sikap kita belum mencerminkan profesionalitas berarti kita telah membohongi diri sendiri dan membodohi serta mengambil uang rakyat dengan cara tidak sah. Ingatlah pembiaran ini akan membawa pendidikan negara kita menuju pembodohan di masa akan datang.


Baca Selengkapnya ....

SERTIFIKASI GURU DAN MODEL PENDIDIKAN JEPANG

Posted by MERTA IRAWAN, S.Pd, M.Kom Sabtu, 24 Desember 2011 0 comments




Sering kita mendengar tentang berbagai kritikan mengenai program sertifikasi guru yang akhir-akhir ini marak. Sebagian anggota masyarakat non-pendidikan menganggap program sertifikasi guru hanya buang-buang keuangan negara. Mereka berdalih, semenjak UU Guru dan Dosen bergulir atau sudah berjalan selama 6 tahun masih ada beberapa guru mendapatkan gelar profesional dari sertifikasi guru namun kenyataan belum terjadi peningkatan kualitas mengajar. Kondisi inilah yang membuat sebagian anggota masyarakat tidak mendukung kebijakan pemerintah di bidang pendidikan tersebut.
Bagaimana Jepang berhasil dalam merombak masyarakat melalui pendidikan? Menurut Wiliam K. Cummings, beberapa faktor yang mendukung adalah sebagai berikut. Pertama, perhatian pada pendidikan datang dari pelbagai macam pihak. Kedua, sekolah Jepang tidak mahal. Ketiga, di Jepang tidak ada diskriminasi terhadap sekolah. Keempat, kurikulum sekolah Jepang amat berat. Kelima, sekolah sebagai unit pendidikan. Keenam, guru terjamin tidak akan kehilangan jabatan. Ketujuh, guru Jepang penuh dedikasi. Kedelapan, guru Jepang merasa wajib memberi pendidikan “manusia seutuhnya”. Terakhir, guru Jepang bersikap adil. (http://endang965.wordpress.com/2007/05/06/potret-pendidikan-di-jepang/)
Jika kita bandingkan dengan kondisi pendidikan bangsa Jepang diatas, ada beberapa point yang belum terlaksana di RI sehingga menghambat kemajuan pendidikan negara kita. Point-poin tersebut meliputi :
  1. Kurikulum di Jepang sangat berat, Sebenarnya semenjak ada kebijakan UN bagi beberapa mata pelajaran merupakan kategori berat. Tetapi hal menyebabkan para guru berjibaku dalam mengajar dan mendidik sehingga kualitas mengajar dan output semakin meningkat. Bayangkan apabila semua guru mapel dari jenjang SD sampai SLTA terkena kebijakan UN maka kualitas SDM semakin meningkat baik pendidik maupun peserta didiknya. Meskipun dalam jangka pendek meresahkan bagi masyarakat tetapi dalam jangka panjang akan terjadi ledakan SDM yang berkualitas dan kompetitif tinggi.
  2. Guru terjamin tidak akan kehilangan jabatan. Point kedua ini berbeda dengan kondisi pendidikan di RI. Beberapa guru atau bahkal Kepala Sekolah sering mendapatkan kasus hukum dalam menjalankan Tupoksinya sehingga jabatan mereka terancam hilang. Fenomena ini yang mengakibatkan model mendidik dan mengajar tidak maksimal terutama berkaitan kedisplinan terhadap peserta didik. Meskipun secara kuantitas nilai output tinggi namun secara kualitas masih diragukan kesyahihannya. Pembiaran kondisi tersebut akan mengubah nilai pendidikan menjadi pembodohan tersamar.
  3. Guru Jepang penuh dedikasi.Mayoritas bapak dan ibu guru kita masih mempunyai sikap dedikasi yang belum maksimal. Beberapa guru dalam mengajar masih menggunakan metode yang sama selama bertahun-tahun. Inovasi mengajar dan nilai mendidik belum banyak yang membawa perubahan nyata bagi peserta didiknya. Sebagian mereka menganggap kualitas nilai diatas kertas lebih penting daripada kualitas etos kerjanya karena faktor lingkungan kurang mendukung misalnya ada guru mendidik dengan keras dianggap terlalu idealis oleh lingkungan institusinya dan terancam juga oleh atasannya sehingga dedikasi mereka tidak bisa "Power Fully"
  4. Guru Jepang wajib mendidik "manusia seutuhnya". Berdasarkan UU Pendidikan di RI juga mempunyai tujuan yang sama yaitu "Pendidikan Manusia Seutuhnya". Tetapi hal tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang ada dilapangan karena berkaitan dedikasi yang tidak penuh dan ancaman kehilangan jabatan membuat seorang guru bekerja dengan setengah-setengah. Dengan dedikasi mendidik dan mengajar yang belum optimal dan ancaman lingkungan institusinya sehingga menghambat terwujudnya pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
  5. Guru Jepang bersikap adil. Mendidik yang adil adalah mendidik yang mampu membangkitkan semangat belajar peserta didik yang timbul dari diri mereka sendiri. Peserta didik belum tuntas diwajibkan mengulang kembali sampai tuntas meskipun harus mengulangi selama tiga tahun berturut-turut. Apabila hal ini dijalankan maka akan berdampak sistematis terhadap semangat dan kualitas belajar peserta didik yang meningkat. 
Kelima point diatas merupakan studi banding dengan kondisi pendidikan bangsa Jepang. Diharapkan bisa menjadi evaluasi terhadap kebijakan profesionalisme guru yang sedang bergulir di negara kita. Jika hal ini dilaksanakan bukan hanya meningkatkan SDM yang kompetitif namun  peningkatan kesejahteraan guru semakin baik juga akan direspon positif oleh masyarakat RI pula.

Baca Selengkapnya ....

PENDIDIKAN UNTUK SEMUA (RSBI IMPIAN BERSAMA)

Posted by MERTA IRAWAN, S.Pd, M.Kom Rabu, 14 Desember 2011 0 comments



Gimana perasaan kita, andaikan kita menjadi mereka. Berusaha memperbaiki nasibnya namun terkendala regulasi pendidikan yang timpang tindih. RSBI yang notabene sekolah terfavorit di Indonesia hanya terbatas orang-orang tertentu terutama masyarakat ekonomi menengah atas.Alangkah baiknya kita renungkan bersama sesuai tujuan pendidikan Indonesia sebenarnya.


"Tidak penting namanya apa, internasional atau nasional. Masyarakat inginnya institusi pendidikan berkualitas. Jangan pakai nama internasional kalau jiwanya belum internasional," kata Nuh seusai pembukaan "Rembuk Nasional Pendidikan Tahun 2011" di Bojongsari, Depok, Jawa Barat, Rabu

Ungkapan Bapak Menteri Pendidikan mempunyai makna yang sangat berarti. Mayoritas RSBI secara hitung-hitungan diatas kertas memang memenuhi persyaratan namun secara kualitas belum memenuhi harapan yang diinginkan.Meskipun secara finansial lebih besar tetapi dari sisi profesional pelayanan berbasis internasional belum memadai. Hal inilah yang membuat sebagian orang pesimis terhadap keberadaan RSBI. Apalagi terkait isu tingginya dana pengembangan institusi RSBI yang mana sangat memberatkan calon-calon siswa yang kategori ekonomi menengah. Padahal yang namanya pendidikan yang berkualitas adalah hak seluruh warga negara, inilah yang perlu kita kaji kembali. Apabila dibiarkan yang kaya akan semakin kaya karena intelektual sedangkan yang miskin tidak akan bisa memperbaiki nasibnya.
Disisi lain keberadaan RSBI merupakan upaya pemerintah mengantisipasi persaingan di era globalisasi. Pada masa itu negara yang mempunyai SDM yang unggul yang akan berjaya di dunia. Kalau sekarang persaingan SDM hanya lingkup nasional tetapi pada waktu tersebut persaingan SDM skala Internasional. Oleh karena itu wacana penghapusan RSBI akan menurunkan kualitas SDM kita pada era pasar bebas nanti.
Dari fakta diatas yang perlu kita garis bawahi adalah existensi RSBI bersifat mutlak hanya saja perlu perbaikan MBS yang memihak ke seluruh warga negara Indonesia.


Baca Selengkapnya ....
Cara Buat Email Di Google | Copyright of BELAJAR BERSAMA CAH TINGKIR.